Jumat, 16 September 2016

Perlukah Les Membaca dan Menulis untuk Balita?


Assalamualaikum wr wb, salam cerdas kreatif

Fenomena menawarkan les membaca, menulis pada anak balita semakin marak saja belakangan. Begitu anak memasuki usia 3 tahun mulailah para orangtua sibuk menyertakan putra-putrinya pada kursus-kursus “akademik” dengan alasan mempersiapkan belum dewasa mereka masuk ke Sekolah Dasar (SD). Semakin awal persiapannya semakin baik, begitu pandangan mereka.

Apakah ketrampilan membaca dan menulis memang penting?
Betul. Mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi ketrampilan membaca, dan menulis merupakan ketrampilan yang lebih banyak didominasi dipakai murid di sekolah oleh karena sebagian besar pengetahuan dan ketrampilan disampaikan dalam bentuk bahasa tertulis.

Dampak Pemberian Kursus Akademik di Usia Balita
Apakah ketika memasuki SD, anak balita yang diikutkan les membaca dan menulis sudah pasti bisa berguru dengan lebih lancar dan baik dibanding mereka yang tidak les? Tidak. Penelitian yang dilakukan oleh K. Hirsh-Pasek (dalam Hirsh-Pasek & Golinkoff, 2003) menunjukkan bahwa belum dewasa yang bersekolah di preschool yang bersifat “akademik” tidak mempunyai kelebihan akademik (baik jangka pendek maupun jangka panjang) dibandingkan mereka yang masuk di preschool tradisional yang mementingkan bermain dan penemuan (discovery). Bahkan ketika mereka sudah duduk di kelas 1 SD, tidak dapat dibedakan lagi antara ketrampilan intelektual anak yang mendapat kursus “akademik” dan yang tidak.

Mengapa demikian?
Karakteristik dari perkembangan fisik, emosi, dan kemampuan berpikir (kognisi) anak balita belum memadai untuk menguasai ketrampilan membaca dan menulis. Mengajarkan anak suatu ketrampilan yang tidak sesuai dengan perkembangannya sama saja dengan pengkarbitan, yaitu memaksa anak “matang” sebelum waktunya. Akibatnya banyak penelitian yang menunjukkan bahwa derma aneka macam kursus “akademik” pada anak balita akan membawa dampak negatif baik jangka pendek maupun jangka panjang. Contoh:

Tingkat kecemasan dan depresi pada anak meningkat. Suatu peran akan dilihat anak lebih sebagai bahaya (karena sulit) daripada tantangan sehingga anak menjadi cemas, takut tidak bisa, takut berbuat salah. Kecemasan ini bervariasi dari yang ringan hingga tingkat tinggi.

Anak yang fobia sekolah (takut pada sekolah) bertambah jumlahnya. Taman bermain tidak lagi dilihat anak sebagai kawasan bermain yang menyenangkan tapi kawasan dimana anak dibebani dengan aneka macam peran yang harus diselesaikan.

Keberhasilan di sekolah bukan semata ditentukan oleh ketrampilan membaca dan menulis. Ada yang lebih penting dan lebih layak usia (age-appropriate) yang perlu dibekali pada anak balita, yaitu Kesiapan Belajar.

Apa Itu Kesiapan Belajar?
Ketika berguru menyetir mobil, ada prasyaratnya yang harus dipenuhi seseorang diantaranya: tinggi tubuh yang cukup (kaki bisa menyentuh pedal), daya penglihatan baik, koordinasi motorik tangan-kaki-mata baik. Jika prasyaratnya tidak dipenuhi, maka latihan yang seberat apapun tidak akan menawarkan hasil yang maksimal.

Demikian juga dengan berguru membaca dan menulis. Ada beberapa prasyarat yang perlu dipenuhi, yang pertanda bahwa anak sudah “SIAP BELAJAR”. Dalam dunia pendidikan anak usia dini (PAUD) istilah ini dikenal dengan Kesiapan Belajar (Learning Readiness), yaitu prakondisi pada siswa yang menjadi persyaratan biar siswa dapat berguru ketrampilan/pengetahuan di Sekolah Dasar (SD) dengan baik. Kesiapan Belajar inilah yang harus dimiliki setiap anak yang akan masuk SD. Oleh alasannya itu masa balita yakni masa membekali anak dengan Kesiapan Belajar.

Kesiapan Belajar bisa kita kelompokkan menjadi dua: utama dan khusus.

Kesiapan Belajar Utama:
Kesiapan Belajar Utama yakni prakondisi yang pertama-tama perlu dimiliki sebelum seorang anak mulai berguru ketrampilan atau pengetahuan apapun:
Kemampuan menyimak
Kemampuan mengikuti instruksi
Kemampuan berkonsentrasi (rentang perhatian yang cukup panjang)
Kemampuan mengingat (obyek atau urutan peristiwa)
Kemampuan memahami pembicaraan, cerita, kata, kalimat.
Kemampuan mengekspresikan diri secara ekspresi (kecuali yang berkebutuhan khusus)
sikap berguru yang kasatmata (tekun, penuh rasa ingin tahu, inisiatif, berani, bermotivasi)
Jika anak tidak memiliki semua kemampuan di atas maka proses berguru akan mengalami gangguan dan hambatan.

Kesiapan Belajar Khusus:
Adalah prakondisi untuk berguru ketrampilan/pengetahuan khusus dalam hal ini membaca, dan menulis:

Ketrampilan pra-membaca.
Sebelum seorang anak bisa menulis, ia harus bisa membaca. Sebelum ia bisa membaca, ia harus mempunyai ketrampilan pra-membaca. Misalnya: ia harus bisa membedakan bentuk, mengerti arah: atas, bawah, kiri, kanan. Kenapa? Karena inilah kemampuan yang membantunya bisa membedakan huruf-huruf yang hampir serupa seperti: b, p, q, dan d. Berikut yakni beberapa ketrampilan pra-membaca yang harus dikuasai anak:
Kemampuan memahami urutan (Sequencing)
Kemampuan membedakan bentuk/warna (visual) ataupun bunyi (auditori)
Kemampuan membedakan arah: kiri, kanan, atas, bawah.
Ketetapan bentuk (form constancy)

Ketrampilan pra-menulis.
Anak juga akan lebih cepat dan mudah berguru menulis kalau ia memiliki: otot lengan dan jari tangan yang berpengaruh dan lentur, sehingga ia bisa: Memegang alat tulis dengan benar.
Menarik garis dengan tegas dan tekanan yang cukup.
Membuat aneka macam bentuk dasar: garis, lengkung, lingkaran, kotak, dll.

Wassalam,
intisari sumber: http://www.parentsguide.co.id/dsp_content.php?pg=cns&id=185&emonth=10&eyear=2010&kat=3

0 komentar:

Posting Komentar