Kamis, 12 Oktober 2017

Sebuah Inspirasi dan Tauladan : Dua Puluh Ribu Rupiah dari Emak Nurdianah

Assalamualaikum wr wb, salam cerdas kreatif.

Sebuah cerita inspiratif dan tauladan serta penuh pesan dan makna yang ditulis oleh Bayu Gawtama, Head of Volunteer Network and Empowerment. (06-10-2009)

Seorang ibu bau tanah berusia diatas 70 tahun berjalan tertatih memasuki Posko Utama ACT di Jl. Adinegoro no. 31, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Minggu 4 Oktober 2009. Tangannya gemetar menggenggam sesuatu, “Ini posko kemanusiaan ya?” bibirnya ikut bergetar. Serempak beberapa relawan mendekatinya, “Benar mak, ada yang mampu kami bantu?” Sebuah pertanyaan standar, karena kami menduga bahwa Ibu bau tanah itu hendak meminta sumbangan untuk korban gempa. Namun ternyata kami salah karena ia datang justru untuk memberi bantuan, “Emak mau kasih bantuan, tolong disampaikan kepada para korban gempa. Melihat kalian yang muda-muda ini bekerja, bekerjsama emak ingin menjadi relawan. Tapi emak sudah tua, emak nggak berpengaruh lagi, sudah nggak berpengaruh lagi,” ujar Emak Nurdianah bersemangat.

Emak Nurdianah mengaku lahir tahun 1938, mendatangi posko ACT menitipkan uang dua puluh ribu rupiah untuk disalurkan kepada para korban gempa. Padahal ia sendiri pun salah satu korban gempa di Kota Padang yang mengguncang tanah Sumatera 30 September 2009 lalu. Lebih dari 600 orang menjadi korban jiwa, belum termasuk lima ratusan lainnya yang belum ditemukan hingga hari ke -6 pasca gempa, mereka tersebar di beberapa titik menyerupai Tandikek dan Sicincin. Sedangkan pengungsi mencapai ratusan ribu, tersebar di seluruh Sumatera Barat.

“Emak terharu melihat kalian, datang dari jauh untuk membantu kawasan emak. Sebagai orang Minang, emak merasa harus pula membantu tanah emak sendiri, emak tidak mau kalah sama kalian. Dulu emak ini pejuang, angkat senjata…. Sekarang emak sudah tidak sanggup bekerja berat. Emak cuma mampu titip ini,” sambil menyerahkan uang digenggamannya kepada Romi, salah seorang relawan.

Ketika Romi hendak berbagi tanda terima, Mak Nur menolak dengan halus, “Tak perlulah catatan macam itu, cukup Tuhan saja yang mencatatnya. Emak hanya minta doakan, tahun ini emak naik haji semoga dilancarkan hingga kembali lagi ke sini ya…” sebuah seruan sederhana yang sudah pasti semua relawan yang ada di Posko dikala itu serempak mendoakan, “semoga dilancarkan mak, insya Tuhan mabrur” Boleh jadi haji Mak Nur sudah diterima Tuhan bahkan sebelum ia bertamu ke rumah Tuhan nanti.

“Sekali lagi terima kasih, kalian belum dewasa muda, jaga kesehatan ya biar lebih lama di tanah kelahiran emak, biar lebih banyak orang yang mampu dibantu…” Emak Nur pun pamit pergi meninggalkan posko sambil memeluk satu persatu relawan yang ada di posko, beberapa relawan perempuan pun tak luput mendapat ciuman hangat kolam seorang ibu yang tengah mengalirkan energi cinta kepada anak-anaknya. Jelas pelukan hangat Mak Nur memberi energi lebih kepada para relawan untuk menjalankan misi kemanusiaan tanpa kenal lelah. Semakin kami sadar bahwa di belakang kami terdapat orang-orang yang terus menopang segala pengorbanan di lokasi bencana.

Dua puluh ribu rupiah yang dititikan Mak Nur rasanya sangat bernilai tinggi bagi kami yang diamanahkan untuk meneruskannya kepada para korban gempa. Sebuah kehormatan bagi segenap relawan ACT yang mendapat amanah bernilai luhur dari seorang Mak Nur. Sungguh, titipan dari sejuta Mak Nur di kepingan bumi pertiwi yang tak dapat kami berjumpa satu persatu merupakan amanah tertinggi yang wajib kami panggul secara terhormat di bahu ini. Terima kasih Mak Nur, dua puluh ribu rupiah milik Mak Nur menambah semangat kami… (Gaw)

Sumber : http://actforhumanity.or.id/

0 komentar:

Posting Komentar