Kamis, 27 Oktober 2016

Bunda, Tolong Mandikan Aku Sekali Saja ... Please?

Assalamualaikum wr wb,

Dewi ialah sahabat saya, ia ialah seorang mahasiswi yang berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why not to be the best?,'' begitu ucapan yang kerap kali terdengar dari mulutnya, mengutip ucapan seorang mantan presiden Amerika.

Ketika Kampus, mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht-Belanda, Dewi termasuk salah satunya.

Setelah menyelesaikan kuliahnya, Dewi mendapat pendamping hidup yang ''selevel''; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. tak lama berselang lahirlah Bayu, buah cinta mereka, anak pertamanya tersebut lahir ketika Dewi diangkat manjadi staf diplomat, bertepatan dengan suaminya meraih PhD. Maka lengkaplah sudah kebahagiaan mereka.

Ketika Bayu, berusia 6 bulan, kesibukan Dewi semakin menggila. Bak seekor burung garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Sebagai seorang sahabat setulusnya saya pernah bertanya padanya, "Tidakkah si Bayu masih terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal oleh ibundanya ?" Dengan sigap Dewi menjawab, "Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya dengan sempurna". "Everything is OK !, Don’t worry Everything is under control kok !" begitulah selalu ucapannya, penuh percaya diri.

Ucapannya itu memang betul-betul ia buktikan. Perawatan anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter termahal. Dewi tinggal mengontrol kegiatan Bayu lewat telepon. Pada balasannya Bayu tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas berdikari dan mudah mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan pujian kepada cucu semata wayang itu, wacana betapa hebatnya ibu-bapaknya. Tentang gelar Phd. dan nama besar, wacana naik pesawat terbang, dan uang yang berlimpah. "Contohlah ayah-bundamu Bayu, kalau Bayu besar nanti jadilah menyerupai Bunda". Begitu selalu nenek Bayu, berpesan di selesai dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Bayu berusia 5 tahun, neneknya memberikan kepada Dewi kalau Bayu minta seorang adik untuk mampu menjadi sahabat bermainnya dirumah apa bila ia merasa kesepian.

Terkejut dengan undangan tak terduga itu, Dewi dan suaminya kembali meminta pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Bayu. Lagi-lagi bocah kecil inipun mau ''memahami'' orangtuanya.

Dengan Bangga Dewi mengatakan bahwa kau memang anak hebat, buktinya, kata Dewi, kau tak lagi merengek minta adik. Bayu, tampaknya mewarisi aksara ibunya yang bukan perengek dan sangat mandiri. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Bahkan, tutur Dewi pada saya , Bayu selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Dewi sering memanggilnya malaikat kecilku. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, namun Bayu tetap tumbuh dengan penuh cinta dari orang tuanya. Diam-diam, saya jadi sangat iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Dewi berangkat ke kantor, entah mengapa Bayu menolak dimandikan oleh baby sitternya. Bayu ingin pagi ini dimandikan oleh Bundanya," Bunda saya ingin mandi sama bunda...please...please bunda", pinta Bayu dengan mengiba-iba penuh harap.

Karuan saja Dewi, yang detik demi detik waktunya sangat diperhitungkan merasa gusar dengan undangan anaknya. Ia dengan tegas menolak undangan Bayu, sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Bayu supaya mau mandi dengan baby sitternya. Lagi-lagi, Bayu dengan penuh pengertian mau menurutinya, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini terus berulang hingga hampir sepekan. "Bunda, mandikan saya !" Ayo dong bunda mandikan saya sekali ini saja...?" kian lama bunyi Bayu semakin penuh tekanan. Tapi toh, Dewi dan suaminya berpikir, mungkin itu alasannya ialah Bayu sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, balasannya Bayu mampu ditinggal juga dan mandi bersama Mbanya.

Sampai suatu sore, Dewi dikejutkan oleh telpon dari sang baby sitter, "Bu, hari ini Bayu panas tinggi dan kejang-kejang. Sekarang sedang di periksa di Ruang Emergency".

Dewi, ketika diberi tahu soal Bayu, sedang meresmikan kantor barunya di Medan. Setelah tiba di Jakarta, Dewi pribadi ngebut ke UGD. Tapi sayang... terlambat sudah...Tuhan sudah punya rencana lain. Bayu, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh Tuhannya.. Terlihat Dewi mengalami shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya impian ia ialah untuk memandikan putranya, setelah bebarapa hari lalu Bayu mulai menuntut ia untuk memandikannya, Dewi pernah berjanji pada anaknya untuk suatu dikala memandikannya sendiri jikalau ia tidak sedang ada urusan yang sangat penting. Dan siang itu, janji Dewi balasannya terpenuhi juga, meskipun setelah badan si kecil terbujur kaku.

Ditengah para tetangga yang sedang melayat, terdengar bunyi Dewi dengan nada yang bergetar berkata "Ini Bunda Nak...., Hari ini Bunda mandikan Bayu ya...sayang....! balasannya Bunda penuhi juga janji Bunda ya Nak.." . Lalu segera saja satu demi satu orang-orang yang melayat dan berada di dekatnya tersebut berusaha untuk menyingkir dari sampingnya, sambil tak kuasa untuk menahan tangis mereka.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, para pengiring mayit masih bangkit mematung di sisi pusara sang Malaikat Kecil. . Berkali-kali Dewi, sahabatku yang tegar itu, berkata kepada rekan-rekan disekitanya, "Inikan sudah takdir, ya kan..!" Sama saja, saya di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya di panggil, ya ia pergi juga, iya kan?". Saya yang dikala itu tepat berada di sampingnya membisu saja. Seolah-olah Dewi tak merasa berduka dengan kepergian anaknya dan sepertinya ia juga tidak perlu hiburan dari orang lain.

Wassalam
cerita dari ayah Edi

0 komentar:

Posting Komentar