Assalamualaikum wr wb, salam cerdas kreatif.
Bila anak terus-menerus dijejali mitos maka daya pikirnya tidak akan berkembang dengan baik.
"Jangan duduk di atas bantal, nanti pantat kau bisulan!" Percuma saja menanyakan alasannya, karena itulah mitos: anggapan yang sudah memasyarakat tetapi belum tentu kebenarannya.
Sadar atau tidak, mitos sudah sangat kental hidup di lingkungan kita. Bahkan, semenjak kecil bawah umur sudah dijejali dengan beragam mitos. Ketika kita melarang mereka biar tidak duduk di atas bantal misalnya, mitos nanah itu yang jadi alasan. Atau ketika kita kesal melihat si kecil memain-mainkan beras, terlontar larangan menyerupai ini, "Jangan memainkan beras, nanti tanganmu keriting."
MENGAPA MITOS TIDAK EFEKTIF?
Mengedepankan mitos sebagai alasan dari sebuah larangan, menurut Ade Irma Shalihah, Psi., yakni tindakan yang kurang tepat. Bagaimanapun, kata Staf pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta ini, mitos merupakan penjelasan yang bersifat tak logis. Kebenarannya masih perlu diuji. Apalagi, seringkali mitos dikaitkan dengan hal-hal gaib padahal anak belum bisa mencernanya.
Memang, kognisi anak usia prasekolah dalam memahami sesuatu sudah lebih berkembang dari sebelumnya. Dia sudah bisa diajak berinteraksi dan berkomunikasi. Namun, taraf berpikirnya masih tetap praoperasional, yakni butuh penjelasan konkret. Bila penjelasan yang diberikan sangat aneh menyerupai halnya mitos itu, maka sulit bagi anak untuk memahami apa yang dijelaskan kepadanya.
Misalnya, ketika kita melarang anak memainkan beras karena nanti tangannya keriting, beliau akan kesulitan mencerna alasan tersebut. Apa hubungannya antara memainkan beras dengan tangan keriting.
Karena penjelasan berupa mitos sulit dimengerti anak, akhirnya larangan atau perintah yang kita berikan menjadi tidak efektif. Anak yang suka duduk di atas bantal dan memainkan beras akan tetap melakukannya karena alasan larangan yang diberikan tidak bisa dicernanya dengan baik.
MENGAPA YANG LOGIS EFEKTIF?
Agar larangan dan ajuan kita terhadap anak bisa dicerna secara efektif, pilihlah kata yang sederhana dan logis. Ketika ingin melarang anak duduk di depan pintu, misalnya katakan, "Kalau kau duduk di depan pintu, nanti akan menghalangi orang lain yang akan lewat. Lihat, Mama tidak bisa lewat, kan?" bukan dengan mengatakan, "Nanti kau susah jodoh, lo." Penjelasan "menghalangi jalan" jauh lebih efektif dibandingkan "susah jodoh" tadi. Atau, "Kalau kau memainkan beras, berasnya jadi berhamburan ke mana-mana, kan? Sayang, dong. Beras itu untuk dimasak jadi nasi dan dimakan oleh kita."
Ketika anak diberi alasan logis, maka mudah baginya untuk patuh terhadap larangan. "Benar, jika saya duduk di depan pintu, Mama tidak bisa lewat," misalnya. Sangat mungkin beliau juga tidak akan mengulanginya di lain waktu. Atau, "Wah benar juga nih, berasnya jadi berhamburan ke mana-mana. Padahal, ini, kan, untuk makan kita semua."
Penjelasan secara logis juga mengajak anak untuk mencar ilmu merangkai relasi alasannya yakni akhir yang merupakan dasar logika. Kenapa beliau tidak boleh duduk di depan pintu karena orang lain tidak bisa lewat, jadi beliau harus pindah.
Sebenarnya hal ini merupakan sesuatu yang sangat sederhana, tetapi bagi anak keberhasilannya merangkai kejadian alasannya yakni akhir sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berpikirnya dan merangsang kecerdasannya.
Sebaliknya, jika setiap hari anak dijejali mitos yang sulit dicerna, selain tidak efektif, ia pun tidak terlatih merangkai relasi alasannya yakni akibat. Kemampuan berpikirnya juga tidak akan berkembang, karena hingga masa dewasanya ia akan selalu mengaitkan segala sesuatu dengan hal-hal yang tidak logis. Bisa saja, akan terbentuk pribadi yang selalu takut dan ragu menghadapi beragam problem yang tolong-menolong sangat simpel. Kita sama-sama tahu bukan, penjelasan logis sangat diharapkan untuk menyelesaikan setiap persoalan.
Bila mitos ini terus-menerus diberikan kepada anak, tidak mustahil ia akan dibuat bingung. Mungkin saja, di kesempatan lain anak mendapat penjelasan yang berbeda, alhasil ia resah menentukan penjelasan mana yang harus dianggap benar. Pada akhirnya, kebingungan ini bisa mengganggu proses internalisasi baik ke dalam diri maupun lingkungannya.
Meskipun demikian, penjelasan logis yang diberikan tetap harus dalam batasan. Inilah alasannya:
* Harus disadari bahwa kemampuan berpikir anak usia prasekolah gres hingga di tahapan konkret. Makara dalam menunjukkan penjelasan sertai dengan suasana dan benda konkret.
* Selain itu, kemampuan berbahasanya juga masih terbatas karena belum semua kata bisa dipahaminya dengan baik.
* Anak balita sangat berorientasi pada masa sekarang. Dia hanya bisa memperhatikan kejadian yang dialaminya dikala ini.
KIAT MEMBERIKAN PENJELASAN
Karena taraf berpikirnya yang masih menyerupai inilah maka ketika menunjukkan penjelasan kita harus memperhatikan beragam hal. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dan kiat menyiasatinya menyerupai dituturkan Ade:
√ Bahasa Anak
Sangat penting memperhatikan tingkat kognisi anak ketika ingin menjelaskan sesuatu, karena setiap anak berbeda kemampuannya dalam menyerap informasi yang masuk. Kalau diperkirakan anak sangat sulit mencerna penjelasan yang kita berikan, pilihlah kata-kata yang sederhana, konkret, singkat, langsung, dan spesifik. Soalnya proses perkembangan contoh pikir dan bahasa anak yang masih terbatas. Jangan menggunakan kata-kata orang remaja yang tidak dimengertinya. Ketika melarang duduk di atas bantal, gunakan gerakan selain kalimat, walau biasanya, kalimat sederhana saja sudah dapat dipahami dengan baik.√ Kalimat Jelas dan Lengkap
Sebaiknya ketika menjelaskan kepada anak gunakan kalimat eksklusif dan sederhana yang mudah dipahami. Misalnya, "Budi, jangan duduk di depan pintu karena kau menghalangi orang yang mau lewat. Duduknya di bangku teras saja!" Kalimat menyerupai itu selain menjelaskan alasan larangan dengan sederhana, pun menganjurkan di mana sebaiknya ia duduk.Hindari penggunaan kalimat yang menjadikan pertanyaan balik, misalnya, "Budi, jangan duduk di depan pintu!" Tidak adanya alasan hanya akan menjadikan pertanyaan balik, "Kenapa tidak boleh?" Berarti harus ada kalimat lain untuk menjelaskannya biar anak memahami kenapa beliau dilarang.
Hindari juga kalimat yang mengandung pilihan, "Kok, kau senang banget duduk di depan pintu, kenapa enggak di teras saja?" Kalimat menyerupai ini akan membuat anak memilih mana yang paling disukainya, di depan pintu atau di teras. Bila beliau lebih suka di depan pintu, anak tidak akan pindah dan tidak memahami akhir negatif duduk di depan pintu.
√ Jangan Menakut-nakuti
Seringkali, larangan dibarengi dengan bahaya yang sifatnya menakut-nakuti anak. "Awas, jika duduk di atas bantal, di pantat kau akan tumbuh nanah yang sangat besar!" misalnya. Larangan menyerupai ini suatu dikala akan menjadi bumerang ketika pantat anak ternyata tidak bisulan. Ketika nantinya kita melarang kembali, anak bisa membantah. "Mama bohong, saya enggak bisulan, kok!"√ Jangan Menghujat
Ketika melarang sesuatu sebaiknya hindari kata-kata menghujat, memojokkan, mengancam, dan sebagainya. Orang renta harus ingat bahwa anak usia balita butuh waktu untuk memahami isi perintah. Makara meskipun kesannya nakal atau tidak bisa dibilangi, tetapi tolong-menolong anak hanya butuh waktu. Kalau kita menghujatnya, anak akan merasa disemena-menakan sehingga citra dirinya pun menjadi negatif. Bahayanya lagi, bila nantinya anak memalsukan kata-kata hujatan yang pernah kita ucapkan.Jangan berpikir bahwa kitalah yang berkuasa dan boleh berkata semaunya. Hal ini akan membuat anak tidak nyaman berbicara kepada kita. Sebaiknya, berpikirlah bahwa anak harus diperlakukan secara lembut. Ketika kita ingin bicara dengannya, gunakan kata-kata yang halus, tidak bernada tinggi, marah, menghardik, dan sebagainya. Dengan bersikap menyerupai ini akan membuat anak merasa nyaman kala berbicara dengan kita.
√ Jadikan Sahabat
Jadikan anak sebagai "teman atau sahabat" kita. Dengan cinta, usaha dan kemauan untuk terus mencar ilmu dari pengalaman akan membuat komunikasi orang renta dan anak menjadi lebih efektif. Tidak ada yang mudah, tapi tidak ada yang mustahil.√ Banyak Membaca
Terkadang, untuk menjelaskan sesuatu kita butuh informasi embel-embel biar apa yang kita jelaskan kepada anak tidak salah. Informasi embel-embel ini bisa didapat dari buku atau menyebarkan dengan orang renta lain. Bukankah, apa yang kita jelaskan ke anak harus benar bukan malah membingungkan.√ Sesuaikan Karakter
Kita tahu abjad anak berbeda-beda. Tidak semua anak senang dengan penjelasan yang menggurui, juga tidak semua anak senang dengan penjelasan yang sambil lalu. Bila anak senang dengan sosok menggurui, pilihlah cara ini. Demikian sebaliknya. Hal ini untuk efektivitas penyampaian penjelasan yang kita berikan.√ Beri Penghargaan
Bila anak berhasil melaksanakan perintah dengan baik, jangan lupa untuk segera menunjukkan penghargaan berupa perhatian. Banyak anak yang butuh kebanggaan dan bukan hanya perintah atau larangan. Pujian bisa membuat anak bersemangat untuk mematuhi perintah dan larangan.Perhatian yang kita berikan juga seringkali membuat anak bersemangat untuk bicara. Caranya, misalnya dengan menyejajarkan badan dengan anak, melaksanakan kontak mata, atau mengulang apa yang dikatakan anak untuk memperoleh kejelasan. Dengan begitu, anak merasa bahwa apa yang dibicarakannya itu mendapat perhatian dari orang tuanya dan anak tidak canggung lagi ketika nanti ingin berbicara kembali.
Banyak.. kan, orang renta yang tidak tahu bagaimana cara berbicara yang baik dengan anak. Ketidaktahuan inilah yang sering membuat relasi antara orang renta dengan anak tidak berjalan harmonis. Orang renta selalu berbicara dengan caranya yang padahal sama sekali tidak sesuai dengan cita-cita anak.
Semoga bermanfaat, wassalam
sumber: http://www.lptcindo.com/tips-psikologi/item/24-mendidik-dengan-mitos-bolehkah?.html
0 komentar:
Posting Komentar