Minggu, 04 September 2016

Kasih Sayang, Kunci Menangani Anak Autis


Assalamualaikum wr wb, salam cerdas kreatif

Jakarta, Kompas - Kasih sayang serta kesabaran ekstra merupakan pendekatan yang kerap terabaikan dalam pendidikan anak autis di sejumlah klinik terapi. Karena upaya membentuk perilaku konkret terhadap mereka tanpa sadar cenderung bernuansa kekerasan, maka anak menjadi trauma, takut mengikuti terapi, atau orangtuanya yang tidak terima."Bahkan, terkesan pembentukan perilaku pada anak autis menyerupai mendidik perilaku hewan.

Misalnya, menyuruh duduk dengan mata melotot, bentakan, teriakan. Kalau tidak menurut disentil, dijewer, dan tindakan kekerasan lain," ungkap psikolog anak Dra Psi Hamidah MSi dalam seminar "Pendidikan Anak Autis dengan Pendekatan Humanistik" yang digelar Perhimpunan Autisme Indonesia pada Kongres Nasional Autisme Indonesia I di Jakarta, Sabtu (3/5).

Autisme merupakan gangguan perkembangan neurobiologis yang berat atau luas, dan dapat terjadi pada anak dalam tiga tahun pertama kehidupannya. Penyandang autis memiliki gangguan berkomunikasi, interaksi sosial, serta acara dan minat yang terbatas serta berulang-ulang (repetitif). Gejalanya misalnya, anak tidak bisa bicara atau terlambat bicara, bicara dengan bahasa yang tidak dimengerti, tidak mau kontak mata, tidak mau bermain dengan sobat sebaya.

Ada juga yang gemar melaksanakan acara berulang-ulang tanpa mau diubah, terpukau pada bagian-bagian benda, menyerupai senang melihat benda berputar, jalan berjinjit, menatapi telapak tangan, serta berputar-putar. Hal tersebut membuat anak autis menyerupai hidup pada dunianya sendiri.Metode yang sering diterapkan untuk membentuk perilaku konkret pada anak autis, ialah Applied Behavior Analysis (ABA) atau metode bivavioristik yang dikenalkan Prof Dr Lovaas di Amerika Serikat.

Metode ini bertujuan membentuk atau menguatkan perilaku konkret anak autis dan mereduksi perilaku negatifnya. Namun, pada pelaksanaannya tidak jarang terapis menerapkannya dengan cara-cara yang relatif keras."Memang benar harus tegas dan konsisten. Tetapi juga harus telaten, sabar, dan penuh kasih sayang. Prinsipnya mengajarkan dengan perasaan. Metode ABA sesungguhnya tidak keras menyerupai itu. Dengan pendekatan lebih manusiawi, kita bisa membentuk perilaku konkret pada anak autis," kata Hamidah.

Menurut dia, apa yang diajarkan terapis harus dilanjutkan orangtua di rumah. Tanpa tugas orangtua itu bisa sia-sia. "Waktu di daerah terapi paling hanya empat jam. Sisanya ketelatenan dan kesabaran orangtua sangat amat penting demi kesembuhan dan perkembangan si anak," tegas Hamidah.

Namun, sejauh yang diketahuinya biaya terapi di banyak sekali klinik terapi di Indonesia masih relatif mahal sehingga hanya bisa menjangkau kalangan mampu.

Semoga bermanfaat, wassalam.

Sumber : Kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar