Rabu, 03 Agustus 2016
Pentingnya Membangun Mental Juara Pada Anak Sejak Dini
Assalamualaikum wr wb, salam cerdas kreatif.
Tiadanya semangat untuk ingin menerima sesuatu yang lebih baik atau mematok standar yang tak rendah bagi diri sendiri seringkali menjadi kendala kesuksesan diri. Bermental juara tanpa perlu menjadi ambisius bukanlah sesuatu yang mampu gampang dipetik. Ada proses sosialisasi dan penyesuaian yang perlu dilakukan, terutama bila diterapkan semenjak masa kanak-kanak.
”Anak mampu juga dikatakan juara dikala ia berhasil melaksanakan apa yang seharusnya ia lakukan,” kata Ayu Dwi Nindyati, Msi, Psi (Ketua Jurusan Psikologi Universitas Paramadina). Seringkali makna juara yang ibarat ini kurang disadari, baik oleh orangtua maupun anak. Jika orangtua sudah menyadari hal ini, maka hal selanjutnya yakni membentuk mental juara pada anak.
”Membentuk mental juara yang dimaksud yakni bagaimana orangtua membantu belum dewasa untuk menang dalam setiap langkahnya,” papar Ayu. Caranya yakni dengan mengajari anak untuk menghargai sekecil apapun prestasi yang ia miliki. ” Dengan begitu, ia juga akan mencar ilmu untuk menghargai orang lain,” tambahnya.
Menurut Dra. Puji Lestari Prianto, M.Psi, dosen Psikologi Pendidikan dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia,"Cara sempurna orangtua membentuk mental juara, yakni dengan tidak selalu membantu anak, tidak selalu menganggap anak masih kecil. Orangtua perlu menyadari kapan anak perlu dibantu dan kapan anak mampu dilepas untuk memecahkan masalahnya sendiri,”
Dengan demikian orangtua dapat membentuk anak menjadi tangguh. Selain itu orangtua juga perlu menanamkan motivasi dari dalam diri anak sendiri, sehingga anak tidak selalu harus disuruh dan ditentukan oleh lingkungannya, dalam melaksanakan segala sesuatu.
Aspirasi vs Ambisi
Orangtua kerap menyalahartikan konsep membentuk mental juara dengan menuntut anak untuk selalu menjadi juara. “Memotivasi memang penting, tapi jangan lupa bahwa antara memotivasi dengan memaksa itu cukup dekat. Orangtua harus hati-hati supaya maksud baiknya untuk memotivasi tidak dilakukan dengan memaksa,” kata Ayu.
Ayu yang juga menjadi konsutan Psikologi untuk pengembangan Sumber Daya Manusia ini menyayangkan bahwa seringkali orangtua lebih termotivasi memiliki pride atau prestise dikala anak memenangkan sesuatu, sehingga yang dikejar yakni hasilnya, bukan prosesnya.
“Inilah yang menciptakan anak ambisius, di mana anak hanya akan berorientasi pada pencapaian hasil,” ujarnya. Berbeda dengan anak yang memahami proses maka akan tercipta aspirasi di dalam dirinya. ”Anak yang memiliki aspirasi artinya terinspirasi dan termotivasi untuk senantiasa melaksanakan yang lebih baik lagi,” tambahnya.
Dengan demikian, aspirasi sifatnya lebih jangka panjang daripada ambisi. ”Pada anak yang ambisius, anak akan sangat keras berusaha mencapai sesuatu akan tetapi di lain pihak anak akan cepat puas dan gembira pada yang diperolehnya dan berhenti hanya hingga di situ,” terang Ayu. Oleh alasannya yakni itu, ajarlah anak untuk lebih menghargai proses daripada hasil.
Hal senada juga diungkapkan oleh Puji, yang penting bukanlah menjadi juaranya, tetapi bagaimana usaha anak untuk mencapainya. “Anak tidak harus selalu menjadi juara, tetapi menjadi lebih baik dari yang ia lakukan selama ini. Ia mampu lebih percaya diri, siap menghadapi banyak sekali tantangan,” paparnya.
Puji menambahkan, menghadapi kekalahan pun merupakan salah satu membentuk mental juara. Dalam hidup, seseorang tidak selalu menghadapi keberhasilan tetapi juga dalam saat-saat tertentu menghadapi kegagalan atau ketidakmulusan. “Dengan adanya hal-hal ibarat ini, justru anak mencar ilmu bahwa diharapkan usaha untuk mengatasi sesuatu,” katanya.
Latih Mental Juara Sejak Dini
Baik Ayu maupun Puji mengatakan bahwa mental juara dapat dibentuk dan dilatih orangtua semenjak kecil, terutama begitu anak mulai berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Puji menguatkan penjelasannya dengan teori Erickson yang banyak membahas perkembangan psikososial anak. Menurut teori Erickson, tahun-tahun pertama merupakan tahun pembentukan dasar kepribadiannya kelak, dan dalam hal ini lingkungan sosial amat berpengaruh.
Awal kehidupan anak ditandai dengan adanya trust dan mistrust. Trust atau rasa percaya memperlihatkan adanya perasaan kenyamanan fisik dan sedikit rasa takut. Trust di masa kanak-kanak membentuk keinginan dalam kehidupan bahwa dunia ini merupakan daerah yang nyaman.
“Jika anak tidak merasa nyaman dengan lingkungannya maka yang berkembang yakni rasa mistrust,” kata Puji. Ayu juga menekankan bahwa anak bukanlah bentuk mini orang dewasa. “Dalam membentuk mental juara dan memotivasi anak harus mementingkan kenyamanan dan kebahagiaan anak, dengan cara-cara yang fun, jangan hingga anak merasa terpaksa dan tidak enjoy terhadap apa yang diakukannya,” tegasnya.
Selanjutnya, pada usia 1-3 tahun ditandai dengan autonomy dan shame and doubt. Pada masa ini anak mulai menemukan dan membuatkan tingkah lakunya. Jika anak diberi kesempatan untuk mencoba maka akan muncul autonomy, tetapi bila anak banyak diarahkan, dilarang atau “jangan ini, jangan itu” maka akan menjadi anak yang pemalu atau ragu-ragu. Pada usia ini cukup ideal untuk melepas anak memecahkan masalahnya sendiri, yang merupakan salah satu cara membentuk mental juara.
Sementara pada masa belum dewasa awal yaitu usia 3-5 tahun ditandai dengan initiative dan guilt. Masa ini muncul di usia prasekolah, di mana kehidupan sosial anak sudah lebih berkembang. “Saat anak mulai aktif, banyak perilaku perlu dikembangkan supaya anak mampu mengatasi atau mengikuti keadaan dengan lingkungannya,” terperinci Puji.
Anak mencar ilmu untuk bertanggungjawab atas banyak sekali hal, misalnya menjaga milik mereka. Berkembangnya rasa tanggung jawab akan menanamkan rasa inisiatif pada diri anak. Sebaliknya akan muncul anak yang memiliki rasa bersalah dan cemas dikarenakan tidak memiliki rasa tanggung jawab dan tidak diberi kesempatan untuk mandiri.
Dengan adanya pengalaman dari lingkungan yag mengakibatkan anak memiliki rasa percaya pada dunianya, berdikari dan penuh inisiatif, diharapkan membuat anak akan lebih siap menghadapi dunianya. Hal-hal inilah yang merupakan esensi dari mental juara.
Wassalam,
intisari:http://hanifa93.wordpress.com/2008/03/07/membangun-mental-juara-pada-anak/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar