Alergi Makanan pada Bayi - Jika berbicara Mpasi, maka tidak lengkap rasanya bila tidak menyinggung soal alergi makanan pada bayi dan anak. Memang, alergi makanan merupakan salah satu problem yang mampu dihadapi oleh anak dan bayi. Sekitar 20% anak usia 1 tahun pertama pernah mengalami reaksi terhadap makanan yang diberikan (adverse reactions), termasuk yang disebabkan oleh reaksi alergi. Sebetulnya semua makanan dapat menimbulkan reaksi alergi, akan tetapi antara satu makanan dengan makanan lain, mempunyai derajat alergenitas yang berbeda. Di Amerika, 1 dari 12 batita mengidap alergi makanan, serta sekitar 150 batita meninggal dunia setiap tahun karenanya. Di seluruh dunia, kasus alergi makanan pada anak meningkat hingga 2 kali lipat selama 10 tahun.
Untuk itulah maka baik bila mengenali alergi makanan tersebut terlebih dahulu, mengingat ancaman sekali bila sembarangan menunjukkan makanan pada anak, terutama makanan yang merupakan allergen tinggi.
Alergi makanan merupakan suatu reaksi klinis yang tidak diinginkan terhadap makanan secara imunologis. Berbagai jenis manifestasi klinik reaksi hipersensitivitas tipe I menurut Gell dan Coomb diantaranya yaitu disebabkan reaksi alergi terhadap makanan.
Tubuh bayi maupun cukup umur memiliki antibodi yang disebut IgE, yang merupakan protein pendeteksi zat makanan yang masuk ke dalam tubuh. Ketika zat makanan tertentu yang menyebabkan alergi masuk, antibodi ini akan melepaskan zat-zat ibarat histamin. Nah, inilah yang menyebabkan reaksi alergi, baik ringan maupun berat.
Ada banyak jenis reaksi yang ditimbulkan oleh makanan, dan kebanyakan masayarakat menyimpulkannya sebagai alergi makanan. Padahal tidak. Menurut The American Academy of Allergy and Immunology dan The National Institute of Allergy and Infections Disease, ada tiga jenis reaksi terhadap makanan, yaitu:
1. Adverse food reactions
Suatu istilah umum untuk suatu reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan yang ditelan. Reaksi ini dapat merupakan reaksi sekunder terhadap food allergy (hipersensitivitas) atau food intolerance (Intoleransi makanan).
2. Food Allergy
Istilah untuk suatu hasil reaksi imunologik yang menyimpang. Sebagian besar reaksi ini melalui reaksi hipersensitifitas tipe I (Gell & Coombs) yang diperani oleh IgE.
3. Food intolerance
Istilah umum untuk semua respons fisiologis yang abnormal terhadap makanan/aditif makanan yang ditelan. Reaksi ini merupakan reaksi non imunologik dan merupakan sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan. Reaksi ini mungkin disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan ibarat kontaminasi toksik (misalnya, histamin pada keracunan ikan, toksin yang disekresi oleh salmonella, shigela, dan campylobacter), zat farmakologik yang terkandung dalam makanan (misalnya, kafein pada kopi, tiramin pada keju) atau karena kelainan pada pejamu sendiri, ibarat gangguan metabolisme (misalnya, defisiensi laktase) maupun suatu respons idiosinkrasi pada pejamu.
Jenis Makanan Pemicu Alergi
Ada 8 jenis makanan yang seringkali penyebab alergi makanan baik pada bayi atau orang dewasa.
• Telur (ayam, bebek, telur puyuh)
Bagian telur, terutama putih telur, mampu menyebabkan reaksi alergi. Akibat yang ditimbulkan alergi telur biasanya berupa rasa gatal di sekujur tubuh. Kulit tampak kemerahan ataupun bengkak-bengkak.
• Susu (sapi dan kambing)
Reaksi alergi yang ditimbulkan oleh susu sapi atau kambing mampu berupa diare atau muntah. Bila bayi alergi terhadap susu sapi atau turunannya, maka beberapa penangangan yang dilakukan oleh dokter anak umumnya akan menyarankan makanan yang terbuat dari protein susu sapi yang telah terhidrolisa sehingga tidak menimbulkan alergi pada bayi, atau menyarankan makanan dengan protein dari kedelai.
• Kacang tanah
Protein nabati yang terdapat dalam kacang tanah termasuk tinggi. Beberapa makanan pendamping ASI yang mengandung kacang tanah dapat menyebabkan rasa gatal pada badan bayi, juga munculnya bisul-bisul dengan warna kemerahan pada area tangan dan wajah bayi.
• Gandum
Alergi karena jenis makanan yang mengandung gandum ibarat roti atau sereal, dapat menjadikan banyak sekali gejala alergi ibarat gatal-gatal, sesak napas dan mual, termasuk reaksi alergi fatal yang disebut anafilaksis. Bagi bayi dengan alergi gandum, sebaiknya menghindari makanan yang mengandung gluten dan semolina. Sebagai alternatif, Ibu mampu menggunakan beras atau jagung.
• Kacang kedelai
Alergi kedelai biasanya ditemukan pada bayi yang diberikan susu yang mengandung kedelai. Makanan lain yang mengandung protein kedelai dan dapat menimbulkan gejala alergi pada bawah umur yaitu miso soup, saus kedelai, dan makanan yang mengandung minyak kedelai.
• Kacang
Kacang yang tumbuh di pohon ibarat kenari, kacang mede, dan pistasio. Reaksi alergi yang ditimbulkan serupa dengan reaksi alergi pada bayi yang mengonsumsi kacang tanah.
• Ikan (tuna, salmon, cod)
Ikan dapat menyebabkan reaksi alergi pada sebagian bayi. Oleh karena itu, Ibu sebaiknya jangan dulu memberi ikan pada bayi sebelum usianya mencapai 6 bulan karena masih dalam masa pemberian ASI eksklusif. Setelah usia bayi Ibu mencapai 8 atau 12 bulan, ikan mampu menjadi episode dari menu yang seimbang.
• Kerang-kerangan (termasuk lobster, udang, dan kepiting)
Gejala yang ditimbulkannya berupa urtikaria (gatal di kulit), angioedema (bengkak-bengkak), asma atau kombinasi dari beberapa kelainan tersebut. Alergi makanan karena ikan laut paling mudah terdeteksi karena gejala yang ditimbulkan relatif cepat. Biasanya kurang dari 8 jam keluhan alergi sudah mampu dikenali.
Gejala Alergi Makanan pada Anak
Tanda-tanda awal bila bayi atau anak memiliki alergi terhadap makanan tertentu, ibarat berikut:
• Perut bayi membesar (kembung), pupnya lebih cair atau mencret, dan buang air lebih sering dari biasanya, tetapi tidak disertai lendir atau darah.
• Bayi lebih rewel karena rasa tidak nyaman pada organ pencernaannya.
• Gatal, biduran, atau eksim pada kulit.
• Batuk.
• Muntah.
• Nafas tersengal-sengal.
• Bibir dan tenggorokan bengkak.
• Mata bayi tampak merah dan berair.
Gejala-gejala awal ibarat gatal-gatal, bengkak, atau kesulitan bernafas pada bayi biasanya muncul hingga dua jam setelah zat penyebab alergi dari makanan tertentu masuk ke dalam tubuh. Perhatikan bayi Ibu ketika tanda-tanda awal ini terlihat, karena pada beberapa kasus alergi makanan pada bayi, hal ini dapat berlanjut menjadi sangat parah bila tidak segera ditangani.
Dalam beberapa kasus juga ditemukan gejala alergi pada pencernaan ibarat muntah atau diare yang kronis dan diderita cukup lama oleh bayi hingga menimbulkan eksim pada kulit. Eksim yaitu area kering pada kulit yang tampak ibarat bercak kemerahan dan bersisik, yang muncul pada wajah, lengan, hingga area kaki bayi, namun tidak pada area popok.
Ada juga kasus dimana reaksi alergi karena makanan muncul pada bayi, walaupun makanan tersebut pernah diberikan kepada bayi sebelumnya dan tidak ada problem alergi apapun. Jadi, bayi yang memiliki ataupun memiliki potensi alergi terhadap telur, misalnya, mungkin tidak akan menunjukkan reaksi alergi tertentu dikala pertama kali mengonsumsi telur, namun setelah beberapa kali mengonsumsi, gres tampak gejala reaksinya.
Pengobatan dan pencegahan alergi makanan
Pengobatan yang paling penting pada alergi makanan ialah eliminasi terhadap makanan yang bersifat alergen. Terapi eliminasi ini ibarat umumnya pengobatan lain mempunyai efek samping. Eliminasi yang ketat pada sejumlah besar jenis makanan, dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan malnutrisi atau kesulitan makan pada anak.
Umumnya alergi makanan akan menghilang dalam jangka waktu tertentu kecuali alergi terhadap kacang tanah dan sejenisnya serta hidangan laut. Dilaporkan bahwa anak yang menderita alergi makanan akan mengalami perbaikan dengan kehilangan reaktivitas terhadap makanan sekitar 25%, sedangkan pada usia cukup umur akan mengalami perbaikan dengan kehilangan reaktivitas terhadap makanan selamanya. Dengan terapi diet yang ketat terhadap makanan alergen dalam beberapa tahun, alergi makanan dapat saja menghilang, akan tetapi bukan tidak mungkin akan timbul problem malnutrisi atau gangguan makan yang lain. Oleh karena itu di upayakan untuk memberi makanan pengganti yang tepat.
Beberapa terhadap makanan ibarat antihistamin, H1 dan H2, ketotifen, kortikosteroid serta inhibitor sistetase prostaglandin. Secara keseluruhan, pemberian obat obat ini dapat mengendalikan gejala, akan tetapi umumnya mempunyai efisiensi yang rendah. Penggunaan natrium kromoglikat peroral banyak diteliti, tetapi karenanya masih bertentangan. Pemberian imunoterapi pada alergi makanan belum terang hasilnya. Sampai sekarang belum ada studi yang memadai untuk menandakan hasil imunoterapi pada alergi makanan.
Secara umum, ada 3 tahap pencegahan terjadinya penyakit alergi yaitu pencegahan primer (sebelum terjadi sensitisasi), pencegahan sekunder (sudah terjadi sensitisasi tetapi belum terjadi penyakit alergi) serta pencegahan tersier (sudah terjadi penyakit alergi misalnya dermatitis, tetapi belum terjadi penyakit alergi lain misalnya asma). Pencegahan primer dilakukan dengan diet penghindaran makanan hiperalergenik semenjak trimester kehamilan. Sayangnya pada pencegahan primer ini belum ada cara yang sempurna untuk menilai keberhasilannya. Pencegahan sekunder dilakukan dengan penentuan dan penghindaran jenis makanan yang menyebabkan penyakit alergi. Pencegahan tersier biasanya ditambah dengan penggunaan obat ibarat misalnya pemberian setirizin pada dermatitis atopik untuk mencegah terjadinya asma di kemudian hari.
Pemberian ASI ekslusif dilaporkan, dapat mencegah penyakit atopik serta alergi makanan. Akan tetapi para jago alergi masih memperdebatkan efektifitasnya. Walaupun demikian sebagian besar peneliti berpendapat bahwa dengan melaksanakan penghindaran makanan alergen pada ibu hamil dan menyusui serta pada bayi usia dini dengan resiko tinggi terjadinya penyakit atopik, ternyata dapat bermanfaat mencegah terjadinya alergi makanan/penyakit atopik dikemudian hari. Pendekatan moderen secara nutrisi misalnya dengan pemberian fraksi peptida dari protein spesifik yang ditoleransi usus misalnya pemberian formula susu hipoalergenik atau penggunaan komponen spesifik makanan sehari-hari ibarat asam lemak dan antioksidan untuk mencegah terjadinya sensitisasi pada anak yang mempunyai risiko alergi. Pemberian probiotik dapat diberikan sebagai imunomodulator untuk merangsang sel limfosit Th1 pada anak yang mempunyai bakat alergi.
Pencegahan yang paling penting yaitu dengan menelusuri ada atau tidaknya riwayat alergi dalam keluarga. Semakin banyak anggota keluarga yang mengidap alergi, semakin besar pula risiko anak Anda menderita hal serupa.Selain itu, untuk memantau adanya reaksi alergi, Mommy mampu menerapkan aturan 4 Day wait Rule atau 4DR kepada bayi.
Ada 3 penyebab dari alergi makanan, yakni riwayat genetik, adanya ketidakmatangan akses pencernaan, dan paparan makanan yang bersifat alergen terlalu dini. Catatan: Kedua penyebab pertama tersebut akan membaik ketika anak berusia 2-7 tahun.
Strategi lain untuk menghindari alergi yaitu menunda pemberian makanan padat hingga si kecil berusia 6 bulan. Penelitian menemukan, hal ini terbukti mampu mengurangi risiko anak terserang alergi makanan. Bagi ibu menyusui, meski sejumlah penelitian menyatakan tingkat efektivitasnya tidak terlalu besar, mengurangi asupan makanan yang bersifat alergen dari menu sehari-hari mampu membantu menjauhkan anak dari paparan makanan alergen.
sumber: IDAI, parenting.co.id, bebeclub.co.id, wholesomebabyfood.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar