Sebagai orang bau tanah tentunya dalam mengasuh anak-anaknya mempunyai teladan asuh yang berbeda-beda. Namun masih banyak lo, kita sebagai orang bau tanah belum tahu, menyerupai apakah teladan asuh kita terhadap anak-anak?
Pada umumnya ada 3 macam tipe teladan asuh:
- Otoriter
- Permisif
- Demokratis
Pola Asuh Otoriter
Orangtualah yang menentukan semuanya. Orangtua menganggap semua yang mereka katakan ialah yang paling benar dan baik. Anak dianggap tak tahu apa-apa. Orangtua tak pernah mendorong anak untuk berdikari dan mengambil keputusan-keputusan yang bekerjasama dengan tindakan si anak. Orangtua hanya mengatakan apa yang harus/tidak dilakukan dan tak menjelaskan mengapa hal itu harus/tidak dilakukan.
Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif ini cenderung membiarkan anak berkembang dengan sendirinya. Orangtua tak menawarkan rambu-rambu apa pun kepada anak. Yang ada hanyalah rambu-rambu dari lingkungan.
Pola Asuh Demokratis
Pola asuh ini menggunakan penjelasan mengapa sesuatu boleh/tidak dilakukan. Orangtua terbuka untuk berdiskusi dengan anak. Orangtua melihat anak sebagai individu yang patut didengar, dihargai, dan diberi kesempatan.
Dari ketiga teladan asuh tersebut, menurut psikolog Ieda Purnomo Sigit Sidi, yang ideal ialah perpaduan ketiganya sehingga orangtua tahu kapan boleh membiarkan anak, kapan bersikap demokratis, dan kapan harus menggunakan hak prerogatif mereka sebagai orangtua. Misalnya, anak tetap ngotot melaksanakan sesuatu yang salah, padahal orangtua sudah memberi tahu dan menjelaskannya.
Nah, pada dikala itu orangtua mampu bersikap adikara alasannya ialah anak belum tahu ancaman yang akan dihadapi jikalau ia melaksanakan perbuatan tersebut. "Kelebihan pengetahuan dan pengalaman orangtua inilah yang diperlukan mampu mengarahkan dan membimbing anak," ujarnya.
Apalagi dalam menghadapi zaman sekarang tanggung jawab orangtua menjadi jauh lebih berat. Orangtua harus lebih banyak lagi belajar, membaca, mendengar, dan melihat. Kalau tidak, akan ketinggalan dari anak. Karena itu, Ieda meminta orangtua untuk betul-betul melihat ke depan sehingga dalam merancang pendidikan anak mampu lebih bijaksana.
"Jangan terlalu terpukau oleh kemajuan teknologi hingga lupa bahwa anak ialah insan yang bukan hanya mempunyai pikiran, tapi juga perasaan," tutur Ieda.
Orangtua harus membuatkan seluruh aspek-aspek perkembangan biar anak mampu menjadi satu langsung yang kuat, baik dalam hal intelektual, emosional, dan sosial.
Semoga bermanfaat, wassalam.
Dari segala sumber
0 komentar:
Posting Komentar