Selasa, 28 November 2017
Mereka Mencontoh Kita
Assalamualaikum wr wb, salam cerdas kreatif.
Suatu ketika, ada seorang kakek tinggal dengan anaknya. Selain itu,tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun.Tangan orangtua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu.Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih.. Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang orang renta yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah. Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak. Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. “Kita harus lakukan sesuatu,” ujar sang suami. “Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk pak renta ini.”
Lalu, kedua suami-istri ini pun berbagi sebuah meja kecil di sudut ruangan. Di sana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, ketika semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga memperlihatkan mangkuk kayu untuk si kakek. Sering ketika keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak duka dari sudut ruangan. Ada airmata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Meski tak ada gugatan darinya. Tiap kali nasi yang beliau suap, selalu ditetesi air mata yang jatuh dari sisi pipinya. Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan biar ia tak menjatuhkan makanan lagi.Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua dalam diam.
Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. “Kamu sedang membuat apa?”. Anaknya menjawab, “Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu, untuk makan saatku besar nanti. Nanti, akan kuletakkan di sudut itu, akrab kawasan kakek biasa makan.” Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.
Jawaban itu membuat kedua orang tuanya begitu duka dan terpukul. Mereka tak bisa berkata-kata lagi. Lalu, air mata pun mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orang renta ini mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki.
Mereka makan bersama di meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar ketika ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama. Dan anak itu, tak lagi meraut untuk membuat meja kayu.
Sahabat, belum dewasa yaitu persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, indera pendengaran mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan. Mereka yaitu peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka ketika remaja kelak. Orangtua yang bijak, akan selalu menyadari, setiap “bangunan jiwa” yang disusun, yaitu pondasi yang infinit buat masa depan anak-anak.
Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk belum dewasa kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk merekalah kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada orang lain, yaitu sama halnya dengan tabungan masa depan.
Wassalam.
Sumber:http://ekojuli.wordpress.com/2011/02/09/parenting-mereka-mencontoh-kita/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar