Senin, 13 November 2017

Jangan Sembarangan Beri Vitamin Pada Anak

dranak.com

Dokter Anak





Anak-anak dalam kondisi sehat di Amerika Serikat banyak yang mengonsumsi pemanis vitamin dan mineral setiap harinya di mana umumnya tidak ada indikasi medis untuk mengonsumsi pemanis tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh UC Davis yang dipublikasikan pada bulan Februari 2009 dalam the Archives of Pediatric & Adolescent Medicine telah menerima data dimana banyak anak dan remaja dalam kondisi sehat di Amerika Serikat mengonsumsi pemanis vitamin dan mineral yang tidak mereka butuhkan.

Penelitian ini juga menemukan bahwa bawah umur yang membutuhkan vitamin justru tidak mendapatkannya. “Banyak bawah umur dan remaja yang mengonsumsi pemanis vitamin justru tidak membutuhkannya alasannya mereka menerima asupan vitamin yang kuat dari diet sehari-hari,” kata Ulfat Shaikh, ketua penelitian, tangan kanan professor adegan anak di UC Davis School of Medicine dan seorang dokter di UC Davis Children's Hospital.

“Penelitian kami juga menerima data bahwa anak dan remaja yang menghadapi resiko defisiensi (kekurangan) vitamin dan mineral justru hanya sedikit yang mengonsumsi suplemen,” kata Shaikh.
Shaikh dan teman-temannya menganalisis data dari 10.828 bawah umur berusia antara 2-17 tahun yang terlibat dalam National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) semenjak tahun 1999-2004. Para peneliti melihat dari kegiatan mereka sehari-hari, tipe makanan yang mereka konsumsi, apakah mereka memiliki asuransi kesehatan, serta beberapa faktor lain sebelum menentukan golongan bawah umur yang membutuhkan asupan suplemen.

“The American Academy of Pediatrics (AAP) tidak merekomendasikan penggunaan vitamin pada anak sehat berusia 1 tahun ke atas.”
“Kami ingin mengetahui golongan anak manakah yang membutuhkan tambahan asupan pemanis vitamin dan mineral serta apakah pemanis ini digunakan oleh orangtua mereka untuk mencegah gangguan kesehatan jawaban kurangnya asupan makanan atau kebersihan makanan,” kata Shaikh.

The American Academy of Pediatrics (AAP) tidak merekomendasikan penggunaan vitamin pada anak sehat berusia 1 tahun ke atas. Penelitian sebelumnya mendapatkan data bahwa sepertiga bawah umur di Amerika Serikat mengonsumsi multi-vitamin setiap harinya. Penelitian terbaru menemukan bahwa anak yang berada dalam kondisi sehat, aktif, makan makanan dengan gizi seimbang, dan memiliki saluran lebih baik ke sentra kesehatan justru paling banyak mengonsumsi vitamin.

Penelitian tersebut juga menemukan bahwa di antara bawah umur yang memiliki kondisi sangat sehat, 37% mengonsumsi vitamin. Namun hanya sekitar 28% bawah umur yang berada dalam kondisi sakit atau kurang gizi yang mengonsumsi vitamin.

“Mengonsumsi pemanis vitamin dan mineral dalam jumlah banyak dapat menyebabkan efek samping yang bervariasi, mulai dari muntah hingga efek samping serius menyerupai kerusakan ginjal.”

Di dalam penelitian yang sama juga ditemukan bahwa banyak anak dengan overweight atau berat tubuh berlebih mengonsumsi multivitamin. Sekitar 30-40% bawah umur yang makan sayuran dan minum susu mengonsumsi multivitamin. Suplemen untuk bawah umur dan remaja yang sehat dan makan makanan dengan nutrisi seimbang bahu-membahu tidak dibutuhkan secara medis namun memang tidak diatur oleh Food and Drug Administration (FDA).
Sebaliknya, justru banyak ditemukan kasus overdosis pada bawah umur usia 2-4 tahun yang berkaitan dengan konsumsi vitamin dan permen. Mengonsumsi pemanis vitamin dan mineral dalam jumlah banyak dapat menyebabkan efek samping yang bervariasi, mulai dari muntah hingga efek samping serius menyerupai kerusakan ginjal. Shaikh berkata bahwa penelitian di masa depan mengenai gosip ini akan disertakan dengan wawancara kepada orangtua mengenai alasan mereka menunjukkan pemanis vitamin dan mineral pada anak padahal tidak ada indikasi medis untuk memberikannya.

Makin banyak mengonsumi aneka vitamin, makin sehat dan kuatlah anak kita. Benar demikian? Ternyata tidak. Meski amat vital bagi tubuh, jumlah vitamin yang dibutuhkan si kecil justru terbatas.
Agar tetap beraktivitas dengan normal, tubuh insan senantiasa melaksanakan reaksi metabolisme. Dalam reaksi metabolisme, makanan dan minuman yang dikonsumsi membentuk zat-zat yang dibutuhkan tubuh. Baik untuk berkegiatan, mengganti sel rusak, atau untuk tumbuh.

Reaksi metabolisme terjadi dalam waktu tertentu. Semakin cepat reaksi terjadi, semakin cepat pula zat yang dibutuhkan tubuh terbentuk. Agar reaksi lebih cepat, maka tubuh memerlukan katalisator. Di sinilah vitamin diperlulan.

Pasalnya, "Vitamin ialah katalisator bagi terbentuknya zat yang dibutuhkan tubuh," ujar Dr. H. MV. Ghazali, MBA, MM, seorang jago anak dari Kid's World.
Karena fungsinya sebagai katalisator tersebut, "Kebutuhan tubuh akan vitamin pun sebetulnya sedikit saja," lanjut Ghazali. Lewat makanan yang benar dan bergizi, kebutuhan itu pasti sudah terpenuhi.

Hampir semua vitamin didapat dari luar (misalnya dalam bentuk makanan). Vitamin dalam materi makanan pun ada yang masih berbentuk calon vitamin (provitamin) dan yang sudah jadi vitamin. Jika bentuknya masih provitamin, maka perangkat tubuh menyerupai enzim, hormon, kuman atau zat lain di luar tubuh (semisal sinar matahari) akan mengubahnya menjadi vitamin. Contohnya ialah provitamin D.

Benarkah kebutuhan vitamin bagi orang remaja lebih banyak daripada anak-anak? Jawabnya, belum tentu! Pasalnya, proses yang terjadi dalam tubuh anak lebih "hebat" daripada orang dewasa. Anak sedang mengalami masa tumbuh-kembang, sementara orang remaja terbilang mapan dan tinggal mempertahankan kondisi baik saja.

Pertumbuhan membuat sel anak bertambah banyak. Tubuhnya pun membesar. Ia juga berkembang, baik motorik, mental, kecerdasan sentra memori serta sentra pikir, analisis, dan lainnya. Melihat proses yang terjadi dalam tubuh si anak, maka tidak mampu disimpulkan kebutuhan vitamin pada anak lebih sedikit dari orang dewasa.

Berapa jumlah pasti vitamin yang dibutuhkan insan tidak mampu dihitung dengan mudah. Praktisnya mampu terdeteksi dari gejala kelebihan dan kekurangan vitamin. Misalnya kekurangan vitamin A ditandai dengan rabun senja. "Anak biasanya sulit menangkap cahaya."

Contoh lain, Vitamin B yang dibutuhkan untuk mendukung sistem saraf. Kekurangan vitamin B menimbulkan sering kesemutan. Vitamin B, Menurut Ghazali, juga mampu membantu mengurangi efek samping obat. Misalnya obat TBC (INH Isoneazib) yang menghipnotis sistem saraf tepi. Kalau dosisnya terlalu banyak mampu menimbulkan penderita tidak mampu berjalan. "Nah, untuk mengurangi efek samping pada sistem saraf tepi biasanya dokter akan memberi vitamin B6."

smbr:bubutanri dan Suara Media

 salam dr anak

0 komentar:

Posting Komentar