Kamis, 26 Oktober 2017

Kiat Membangun Motivasi Anak

Assalamualaikum wr wb, salam cerdas kreatif

Dalam kenyataannya ada dua bentuk motivasi, yaitu eksternal dan internal. Yang eksternal datang dari luar diri. Artinya ada orang lain atau situasi yang mendorong seseorang itu melaksanakan sesuatu. Misalnya orangtua atau guru memaksa anak-siswanya untuk mengerjakan PR atau yang lain. Saat orangtua atau guru tidak ada di sana, si anak cenderung bermalas-malasan atau mengerjakan hal lain yang ia suka. Dengan kata lain, motivasi eksternal tergantung pada situasi dan mood.

Sedangkan motivasi internal muncul dari dalam diri. Kalau orangtua ingin anak mencar ilmu tanpa disuruh, sangat suka membaca, dan sebagainya, orangtua harus membangun motivasi internal. Ini dilakukan semenjak anak kecil, mulai dari membangun kepercayaan anak terhadap orangtua (yang nantinya bermuara pada keyakinan kepada Tuhan). Motivasi, baik eksternal maupun internal, adakala membutuhkan sesuatu yang buruk (penderitaan, masalah) untuk membangunnya. Dari orangtua, perlu ada komitmen, teladan, dan kreativitas.

Anak Belajar
Salah satu motivasi yang perlu dibangun dalam diri anak yakni harapan belajar. Sebenarnya potensinya sudah ada semenjak anak masih sangat kecil. Lihat saja, hampir semua bayi di bawah dua tahun yang kita jumpai pasti menunjukkan tanda-tanda bakir dan mau belajar. Mereka mau mencar ilmu makan sendiri, main bola atau yang lain, mencar ilmu menulis, membantu menyapu, dan sebagainya. Sekarang tergantung pada lingkungan, apakah orang-orang di sekitarnya membantu ia mencar ilmu atau membatasinya.

Orang cukup umur tanpa sadar dapat mematikan semangat mencar ilmu anak dengan cara banyak melarang, menakut-nakuti, menghukum berlebihan, atau memberi respons sangat minimal terhadap acara mereka. Di sisi lain, orangtua dapat memperlihatkan kemudahan untuk menumbuhkan semangat mencar ilmu anak. Yang dimaksud bukanlah dalam bentuk les (bagi anak di bawah usia sekolah), melainkan sekadar mengikuti saja prosesnya. Misalnya kalau anak mau mencar ilmu menulis, berikanlah peralatan tulis. Kalau perlu dinding rumah dilapisi kertas, supaya anak dapat memanfaatkannya. Kita perlu mempelajari contoh mencar ilmu anak, terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang diminatinya.

Misalnya Moze. Di usia 5 tahun ia masih sulit mencar ilmu membaca di kelas. Kami mendapatkan rapor semester pertama dengan catatan: belum mampu membaca. Ketika dalam liburan tahun itu kami naik kendaraan beroda empat ke Bali, minat baca Moze muncul lewat banyaknya billboard yang ia lihat di pinggir jalan. Pulang dari libur, Moze sudah mampu membaca dengan lancar, termasuk kata-kata yang sulit. Dia masuk sekolah lagi sebagai anak paling baik membaca di kelas.

Kedekatan Dengan Orangtua
Ini yakni faktor terpenting untuk membangun motivasi internal anak. Prosesnya yakni sebagai berikut: kedekatan dengan orangtua memberi rasa percaya pada anak. Mereka tahu orangtuanya mampu diandalkan. Selain itu, ada daerah untuk bertanya maupun menyalurkan perasaan tidak aman (insecure) yang mereka dapat dari lingkungan.

Anak-anak yang dibesarkan dengan rasa aman yang cukup akan memiliki harga diri yang baik. Ini yakni “modal” anak memasuki dunia remaja. Harga diri yang baik berarti anak tahu mengukur dirinya dengan tepat. Dia tidak minder alasannya tidak bergantung pada penilaian orang lain. Dia punya identitas diri yang jelas, bukan menimbulkan artis sebagai idola, misalnya.

Bagaimana kedekatan dengan orangtua dapat membangun motivasi?

Pertama
Anak-anak walaupun ada kecenderungan egois (mementingkan kesenangan diri sendiri), akan mengingat fatwa dan teladan orangtua mereka kalau diajak sahabat melaksanakan hal-hal negatif. Saya menjumpai seorang remaja putra yang biarpun tidak suka latihan paduan bunyi tetapi tetap melakukannya alasannya ibunya meminta.

“Aku sayang ibuku,” kata remaja itu pada saya, “aku akan berusaha memenuhi semua yang dimintanya.” Itu dilakukannya dengan rela, bukan terpaksa. Dia percaya ibunya memperlihatkan hal-hal yang baik untuk dia.

Kedua
Kebiasaan baik yang sudah dibangun di rumah semenjak anak kecil tidak mudah dilupakan. Misalnya kalau bawah umur mencar ilmu teratur semenjak kecil, ada masanya tidak usah disuruh lagi, mereka akan melakukannya sendiri. Atau kalau di rumah sudah tertanam kebiasaan membaca, bawah umur secara otomatis akan mencari buku di waktu senggangnya.

Selanjutnya, kekerabatan yang baik antara ayah dan ibu membangun rasa nyaman dalam diri anak untuk senang tinggal di rumah. Moze menyebut istilah home sweet home. Ini akan berbeda kalau anak merasa rumahnya menyerupai “neraka” akhir pertengkaran yang terus menerus.

Kedekatan dengan orangtua yakni benteng bagi remaja, yang akan menjauhkan ia dari pengaruh buruk dan tekanan sahabat sebaya. Walaupun sahabat sebaya yakni hal yang penting bagi remaja, ia akan mencari sahabat bergaul (peer group) yang cocok, yang mampu diterima oleh orangtua.

Jadi, bagaimana kita membangun motivasi dalam diri anak-anak? Mulailah saat mereka masih sangat kecil. Mulai dengan konsisten dan berkomitmen. Kita akan menuai kesudahannya kelak.

Semoga bermanfaat, wassalam.

Sumber: Majalah Bahana, Maret 2010

0 komentar:

Posting Komentar