Assalamualaikum wr wb, salam cerdas kreatif
Seperti halnya kita orang tua, belum dewasa pun juga memiliki etika ganda. Kadang menyenangkan, kadang menjengkelkan. Di sebuah kantor, saya pernah melihat seorang karyawan, yang sebab sebuah duduk perkara harus mengajak serta anaknya. Anak ini berlari-lari riang tanpa rasa takut, main teriak sana-sini, dan meskipun terganggu, orang-orang mencoba memakluminya.Puncaknya saat anak ini, sambil berlari menabok pantat seseorang tanpa pernah menduga, bahwa pemilik pantat itu yaitu atasan bapaknya.
Di sebuah kampung, ada anak yang seluruh penderitaannya gagal memancing iba, gara-gara ulahnya sendiri. Dari semua sisi, ia bahu-membahu anak sengsara. Hidup cuma bersama ibunya, bapaknya telah meninggal dan ibunya menganggur pula. Tapi anak ini memiliki kemampuan ekstra dalam meludah dan ia kerap meludahi siapa saja lebih-lebih kepadaorang yang iseng menggodanya.
Seperti Anda, saya juga penyuka anak-anak, atau setidaknya bukan jenis insan yang jahat terhadap anak. Tapi pengalaman berikut ini membingungkan saya. Ada seorang kawan yang di antara kami selalu menjaga kesopanan dalam pergaulan. Kesopanan itu pula yangsaya peragakan saat suatu kali kamibertemu ia bersama anak kecilnya. Anak yang tampak sehat dan cerdas dan dengan gaya orang renta penyayang anak, saya menggodanya. Tapi alhasil yaitu gamparan keras sempurna di mata saya.
Sepintar saya bersikap ramah, semulia apapun hati saya, tamparan ini membuat mata saya merah dan berair. Membutuhkan waktu ekstra bagi saya untuk menenangkan diri, menahan aib dan masih pula harus menentramkan hati orang renta si anak yang harus tak enak hati. Si kawan ini meminta maaf dengan gegap gempita, danuntuk menenangkan hatinya, sayatetap mengoda anak ini, mencoba tertawa-tawa, mengelus-elus pantanya, tapi sebetunya yang saya lalukan yaitu belakang layar mencubitnya, kerassekali, tanpa orang tuanya tahu bahwa saya telah melunaskan sakit hati ini.
Sakit hati ibarat itu tentu sesuatu yang saya sesali. Menyadari bahwa ternyata saya juga seorang pendendam, bahkan terhadap anak kecil, yaitu kenyataan yang membuat saya kecewa pada diri sendiri. Tapi kekecewaan serupa ternyata bisa terus saya ulangi. Kejengkelan saya terhadap belum dewasa ibarat godaan yang harus saya akrapi.
Misalnya terhadap anak tetangga yang ini, yang jikalau harus bertandang ke rumah eksklusif mengobrak-abrik apa saja. Repotnya, anak ini benar-benar menganggap semua orang renta di dunia ini yaitu orang tuanya. Semuanya harus serba boleh, termasuk mencoret-coret tembok rumah, memreteli mainan, dan membongkari barang-barang. Jika kami menegurnya baik-baik, ia tak merasa, jikalau kami menghardiknya ia melawan, jikalau kami mencowel pantatnya, ia ganti akan memainkan cakarnya. Jika kami mendelik ia akan menggeram. Horor sekali perlawanan anak ini dan ini membuat kami aib jikalau harus terprovokasi.
Pendek kata habis nalar kami mengadapi anak ini. Semua jenis hardikan tak mempan untuknya sebab tak pernah ia tanggapi. Cara satu-satunya yaitu memutuskan kata tidak bagi anak ini saat hendakmain ke rumah. Kami putuskan untuk berceraisecara pergaulan kepadanya katimbang kami tersiksa oleh kenakalannya.
Sedih juga saya harus memutuskan ini. Betapa memang rendah mutu kesabaransaya. Dalam keadaan kecewa ibarat ini saya jadi membayangkan wajah tokoh pecinta anak-anak, Kak Seto yang ramah itu, dengan rasa iri. Sungguh wajah yang penuh tawa dan kesabaran, wajah yang selalu di kepung belum dewasa yang gembira dibuatnya. Ingin saya meminta pesan yang tersirat Kak Seto bagaimana caranya tabah mengahadapi kenakalan anak ibarat ini. Ingin saya banyak sekali pengalaman,apa cara Kak Seto jikalau pernah ditampar mukanya ibarat saya itu.
Tapi sebelum saya ketemu Kak Seto, pesan yang tersirat itu ternyata keburu diberikan oleh daun pintu rumah saya yang suatu hari terkunci, sementara anak kuncinya tertinggal di dalam. Kami yang tengah buru-buru itu malah melaksanakan kekeliruan yang tak perlu. Tapi semuanya sudahterlanjur. Anak kunci itu menggeletak didalam dan kami hanya bisa putus asa menatapnya.
Ada memang potensi pertolongan, tapi tak seberapa bentuknya, yakni cuma berupa lubang dari jendela yang kami lupa menguncinya dari dalam. Jendela ini bisa dibuka tapi sebab bentuknya, ia cuma menyediakan sedikit lubangsaja. Siapa lagi yang sanggup menerobos lubang sempit ini, tak ada kecuali anak dengan penggalan badan ekstra mungil dan seluruh kampung, hanya anak bandel itulah yang cocok mengembantugas ini.
Akhirnya anak inilah yang kami datangkan dengan segenap rasa malu. Dengan tubuhnya yang enteng gampang saja iamenelusup ke lubang ini unruk mengambilkan anak kunci untuk kami. Ia besar hati sekali akan tugasnya dan tawanya itu terperinci tawa seorang anak yang sama sekali tidak pernah menaruh dendam apapun kepada kami yang pernah dendam kepadanya itu.
Wassalam,
Penulis : Prie GS - Budayawan dan penulis SKETSA INDONESIA
http://andriewongso.com/awartikel-125-Artikel_Tetap-Anak-anak_Nakal
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar