Dokter Anak
smbr:detikhealth
dranak.com
Umumnya perempuan yang mampu menunjukkan air susu ibu (ASI) ialah yang menjalani proses kehamilan terlebih dahulu. Namun dengan induced lactation atau mencetuskan penyusuan ibu, tanpa kehamilan pun seorang perempuan mampu mengeluarkan ASI. Bagaimana prosedurnya?
dr Asti Praborini, SpA dari RS Kemang Medical Care (KMC) menjelaskan sebelum seorang dokter membantu ibu menjalani induced lactation, maka akan menanyakan apa niat melaksanakan kegiatan itu dan dari mana bayi yang diadopsinya itu. Ini antara lain dilakukan untuk menghindari kemungkinan adanya human trafficking.
"Jadi prosedurnya harus datang secara bersama suami dan istri yang memiliki kejelasan status pernikahannya. Karena kalau sesi pertama yang datang hanya ibunya saja dan selanjutnya suaminya saja itu sudah tidak beres," kata dr Asti yang ditemui detikHealth beberapa waktu lalu dan ditulis pada Kamis (5/3/2015).
Pasangan yang disetujui untuk menjalani induced lactation ialah pasangan yang terang menikah secara agama maupun negara, sehingga memenuhi syarat untuk mengadopsi bayi. Selain itu perempuan yang akan menjalani proses tersebut juga harus sehat supaya dapat menyusui dengan baik.
"Mengapa harus ibu yang sehat? Karena kami menunjukkan hormon dan obat-obatan, jangan hingga ibunya jadi bermasalah dengan hormon dan obat-obatan itu. Misalnya untuk pasien yang memiliki kolesterol tinggi juga mampu melaksanakan induksi laktasi sebab di sini kami tergabung dalam tim yang terdiri dari tim dokter laktasi, dokter anak, dokter kandungan, psikolog, dan penyakit dalam," papar dr Asti.
Lalu dokter akan mencari kesamaan visi dengan pasien. Suami istri yang bersangkutan akan ditanya motivasinya untuk menyusui anak. Bila niat atau motivasi itu dinilai belum cukup, maka dokter akan menggali terus niat orang itu hingga muncul pemahaman wacana 'muhrim' bagi yang beragama Islam. dr Asti akan menolak ibu yang ingin menjalani aktivitas induced lactation kalau anak yang diadopsi berusia di atas 2 tahun.
dr Asti Praborini, SpA dari RS Kemang Medical Care (KMC) menjelaskan sebelum seorang dokter membantu ibu menjalani induced lactation, maka akan menanyakan apa niat melaksanakan kegiatan itu dan dari mana bayi yang diadopsinya itu. Ini antara lain dilakukan untuk menghindari kemungkinan adanya human trafficking.
"Jadi prosedurnya harus datang secara bersama suami dan istri yang memiliki kejelasan status pernikahannya. Karena kalau sesi pertama yang datang hanya ibunya saja dan selanjutnya suaminya saja itu sudah tidak beres," kata dr Asti yang ditemui detikHealth beberapa waktu lalu dan ditulis pada Kamis (5/3/2015).
Pasangan yang disetujui untuk menjalani induced lactation ialah pasangan yang terang menikah secara agama maupun negara, sehingga memenuhi syarat untuk mengadopsi bayi. Selain itu perempuan yang akan menjalani proses tersebut juga harus sehat supaya dapat menyusui dengan baik.
"Mengapa harus ibu yang sehat? Karena kami menunjukkan hormon dan obat-obatan, jangan hingga ibunya jadi bermasalah dengan hormon dan obat-obatan itu. Misalnya untuk pasien yang memiliki kolesterol tinggi juga mampu melaksanakan induksi laktasi sebab di sini kami tergabung dalam tim yang terdiri dari tim dokter laktasi, dokter anak, dokter kandungan, psikolog, dan penyakit dalam," papar dr Asti.
Lalu dokter akan mencari kesamaan visi dengan pasien. Suami istri yang bersangkutan akan ditanya motivasinya untuk menyusui anak. Bila niat atau motivasi itu dinilai belum cukup, maka dokter akan menggali terus niat orang itu hingga muncul pemahaman wacana 'muhrim' bagi yang beragama Islam. dr Asti akan menolak ibu yang ingin menjalani aktivitas induced lactation kalau anak yang diadopsi berusia di atas 2 tahun.
Sementara untuk pasangan non-muslim akan ditanya hingga muncul pemahaman bahwa santunan ASI ini ialah supaya kekerabatan batin antara ibu dan anak menjadi lebih baik. "Prosedur itu dilakukan supaya orang tidak menyangka dokter main keluar-keluarkan ASI sembarangan, serta supaya ada niat dan tujuan orang itu mengapa ingin dikeluarkan ASI. Setelah itu obat-obatan akan diberikan biar ASI-nya keluar," terang dr Asti.
Selanjutnya si ibu akan diberi hormon dan laktogok secara bersamaan. Laktogok ialah obat penambah ASI. Setelah itu santunan hormon dihentikan, dan hanya laktogoknya saja yang berlanjut hingga ASI keluar.
Setelah ASI keluar, bayi diberi alat suplementer atau supplementary nursing system. Sehingga bayi menyusu pada payudara ibu plus menggunakan alat tersebut.
"Cara yang lebih sederhana, selain pakai suplementer juga mampu menggunakan botol beling yang terhubung selang, tapi ibu bayi akan kerepotan sebab harus memegang botol beling pada posisi lebih tinggi menyerupai dikala sedang diinfus dan lagi jatuhnya lebih mahal sebab harus mengganti selangnya," sambung dr Asti.
Sedangkan bila menggunakan suplementer, ibu dapat dengan mudah menggantung alat itu di leher dan tak perlu mengganti-ganti selang menyerupai dikala memakai botol beling berisi susu, sebab suplementer cukup dicuci saja.
"Cara kerjanya pun sama sebab bayi menyusu di payudara ibu tetapi juga pakai alat ini. Alat suplementer juga sudah ada di KMC, para ibu dirawat dulu untuk berguru menyusui hingga ia mampu memakai suplementer," imbuhnya.
Tidak hanya diajari cara menyusui, namun perawatan pada bayi gres lahir pun turut diberikan, misalnya cara memandikan, dan sebagainya. Menurut dr Asti, beberapa pasien induksi laktasi yang tidak dirawat biasanya jadi gagal sebab tidak tahu banyak informasi.
"Kami sudah buat papernya di Kongres Nasional Dokter Anak pada tahun 2014, kami membuat multi center riset wacana laktasi pada adopsi dari Semarang, Tanjung Selor, Tobelo, Jakarta yang juga menjadi juara. Yang terpenting kami tidak melaksanakan hal yang sia-sia," ucap dr Asti.
Selanjutnya si ibu akan diberi hormon dan laktogok secara bersamaan. Laktogok ialah obat penambah ASI. Setelah itu santunan hormon dihentikan, dan hanya laktogoknya saja yang berlanjut hingga ASI keluar.
Setelah ASI keluar, bayi diberi alat suplementer atau supplementary nursing system. Sehingga bayi menyusu pada payudara ibu plus menggunakan alat tersebut.
"Cara yang lebih sederhana, selain pakai suplementer juga mampu menggunakan botol beling yang terhubung selang, tapi ibu bayi akan kerepotan sebab harus memegang botol beling pada posisi lebih tinggi menyerupai dikala sedang diinfus dan lagi jatuhnya lebih mahal sebab harus mengganti selangnya," sambung dr Asti.
Sedangkan bila menggunakan suplementer, ibu dapat dengan mudah menggantung alat itu di leher dan tak perlu mengganti-ganti selang menyerupai dikala memakai botol beling berisi susu, sebab suplementer cukup dicuci saja.
"Cara kerjanya pun sama sebab bayi menyusu di payudara ibu tetapi juga pakai alat ini. Alat suplementer juga sudah ada di KMC, para ibu dirawat dulu untuk berguru menyusui hingga ia mampu memakai suplementer," imbuhnya.
Tidak hanya diajari cara menyusui, namun perawatan pada bayi gres lahir pun turut diberikan, misalnya cara memandikan, dan sebagainya. Menurut dr Asti, beberapa pasien induksi laktasi yang tidak dirawat biasanya jadi gagal sebab tidak tahu banyak informasi.
"Kami sudah buat papernya di Kongres Nasional Dokter Anak pada tahun 2014, kami membuat multi center riset wacana laktasi pada adopsi dari Semarang, Tanjung Selor, Tobelo, Jakarta yang juga menjadi juara. Yang terpenting kami tidak melaksanakan hal yang sia-sia," ucap dr Asti.
smbr:detikhealth
dranak.com
0 komentar:
Posting Komentar