Banyak ayah ibu yang mengeluh anaknya tidak suka berguru dan lebih suka melaksanakan acara lain. Bagaimana cara mengajak anak belajar?
Banyak ayah ibu yang mengeluhkan anaknya tidak suka belajar. “Anak saya jikalau disuruh berguru sulitnya minta ampun, tapi jikalau main games, gak disuruh bisa main seharian. Bagaimana cara mengajak anak belajar,” tanya seorang ibu. Apakah ayah ibu mempunyai pertanyaan serupa? Silahkan luangkan waktu 10 menit untuk membaca penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana prosesnya anak berguru dan cara untuk mengajak anak belajar.
Pada dasarnya sebagaimana kita, setiap anak dilahirkan sebagai pembelajar. Kemauan berguru yang luar biasa membuat seorang anak bisa menguasai kemampuan untuk mengerjakan banyak sekali aktivitas.
Hanya saja, orang bau tanah seringkali menunjukkan respon yang meredupkan kemauan berguru anak. Semisal, dikala masih kecil anak cenderung memegang semua benda dan memasukkannya ke mulut. Orang bau tanah cenderung akan mengatakan “Nak jangan dimasukkan ke mulut”. Ketika anak sudah bisa bicara dan mengajukan pertanyaan, “ayah, apakah matahari itu juga tidur menyerupai aku?”. Orang bau tanah cenderung menjawab seperlunya, “ya enggak lah” dan dikala anak bertanya lebih lanjut, orang bau tanah banyak yang menjawab “nanti jikalau sudah besar kan kau tahu sendiri”. Ketika sudah mulai besar, orang bau tanah seringkali menyuruh anak berguru meskipun anak sedang tidak berminat belajar. Anak pun kemudian menganggap berguru sebagai acara yang tidak menyenangkan. Semakin disuruh justru semakin anak enggan belajar.
Mengapa respon orang bau tanah menyerupai teladan itu meredupkan kemauan berguru anak? Mari kita perhatikan proses pembelajaran yang dialami seorang anak
- Rasa ingin tahu. Belajar berasal dari rasa ingin tahu yang terlihat dari pertanyaan dan harapan mencoba banyak sekali hal. Rasa ingin tahu yang menggerakkan anak untuk berguru dengan sendirinya. Ketika rasa ingin tahu direspon negatif maka anak berguru untuk mengurangi atau melupakan rasa ingin tahunya
- Mengalami. Belajar yang bermakna yaitu dengan mengalami sebuah obyek atau aktivitas. Mengalami bisa dengan melaksanakan tindakan kasatmata atau dengan membayangkan. Belajar bukan sekedar mengetahui “Singa itu suka mengaum”, tapi mengalaminya dalam bentuk menyaksikan singa mengaum, mendengar kisah sambil membayangkan singa mengaum atau bermain seolah menjadi singa yang mengaum.
- Merasa Diakui. Anak berguru dengan mempertimbangkan respon orang lain terhadap kata atau tindakannya. Bila tidak mendapat respon, anak akan menganggap tidak penting suatu hal atau aktivitas. Bila mendapat respon, anak merasa diakui dan akan melakukannya kembali. Semisal dikala belajar, anak tidak mendapat respon dari orang bau tanah dan dikala tidak belajar, anak mendapat respon orang tua, maka anak akan berhenti belajar. Anak akan berpikir dikala tidak berguru maka ia diakui dan mendapat perhatian orang tua, sementara dikala berguru justru diabaikan orang tua.
Dengan memahami proses anak berguru RMM ini, maka orang bau tanah bisa membangun kemauan berguru anak, bisa membuat anak menjadi penuh semangat dalam belajar. Berdasarkan tahap RMM tersebut, maka ayah ibu bisa melaksanakan tiga langkah berikut ini untuk membangun kemauan berguru anak:
- Tumbuhkan rasa ingin tahu. Daripada mengatakan berguru itu penting, akan lebih baik bila ayah ibu mengawali proses berguru dengan menciptakan rasa ingin tahu. Semisal akan berguru berhitung, ayah ibu bisa bercerita mengenai seseorang yang kesulitan sebab tidak bisa berhitung dan tanyakan pada anak apakah mengetahui cara semoga tidak mengalami kesulitan tersebut. Bila anak bertanya bagaimana caranya, orang bau tanah bisa menjawab “ada 4 mantra aneh yang bisa mengatasi kesulitan itu, penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian”. Anak pun akan merasa ingin tahu 4 “mantra ajaib” tersebut.
- Beri kesempatan untuk mengalami. Bila anak sudah punya rasa ingin tahu, beri kesempatan pada anak untuk mengalami acara yang bisa menjawab rasa ingin tahunya. Caranya bisa dengan memberi contoh, mengajak, mengijinkan atau mendampingi anak melaksanakan suatu aktivitas. Proses mengalami bisa dilakukan anak seorang diri atau bila perlu dengan didampingi orang tua. Mengalami bisa terjadi dalam bentuk acara langsung, menyimak dongeng atau kisah dan dengan bermain peran. Sesuaikan bentuk mengalami dengan kemampuan anak dan bahan belajarnya.
- Beri legalisasi pada perilaku anak. Pengakuan dari orang bau tanah akan menguatkan perilaku anak. Beri legalisasi yang konsisten dan sering pada perilaku anak yang ingin dikuatkan dan diulang kembali. Bila anak belajar, orang bau tanah bisa memberi respon dengan pujian, bertanya mengenai hal yang menyenangkan dari belajar, atau ajak anak melaksanakan acara yang menyenangkan setelah belajar. Ketika anak berperilaku yang tidak diinginkan, hindari respon emosional yang berlebihan dan tidak terkontrol. Tetap hening dan berikan penjelasan mengenai dampak dari perilaku tersebut pada anak.
Demikian langkah untuk melaksanakan tahap RMM, Rasa Ingin Tahu – Mengalami – Merasa Diakui, untuk membangun kemauan anak belajar. Berdasarkan tahap RMM ini, kami mendesain fitur Tantangan yang akan hadir pada aplikasi Takita 1.1. Apa itu fitur Tantangan 1.1? Sebuah fitur yang mengajak anak berguru membuatkan bakatnya melalui tahap RMM. Penjelasan lebih lengkap, silahkan menyimak posting selanjutnya mengenai fitur tersebut. Bila belum mengunduh, silahkan download aplikasi Takita, media umum untuk menemukan dan membuatkan bakat anak diApp Store.
smbr:blog.temantakita
0 komentar:
Posting Komentar